Simalakama Aturan Larangan Ekspor Minyak Goreng

Sariagri - Presiden Joko Widodo telah mengumumkan kebijakan tentang pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai 28 April 2022. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah menstabilkan pasokan dan harga minyak goreng di dalam negeri. Saat ini, Kementerian Perdagangan sedang menyiapkan aturannya. Apakah nanti ekspor minyak goreng bakal disetop total, bertahap atau kemungkinan berdasarkan alokasi minyak kelapa mentah sawit yang selama ini diekspor ke beberapa negara tujuan. Keputusan presiden yang belum direalisasikan tersebut tentu saja menimbulkan reaksi. Kalangan petani sawit, misalnya, sudah mengeluhkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit anjlok 50 persen. Penurunan harga terjadi di Provinsi Riau dan Sumatera Utara. Petani juga mengkhawatirkan harga tandan buah segar kelapa sawit akan semakin jatuh ketika larangan tersebut diberlakukan. Pasalnya, pasokan kelapa sawit akan berlebihan, sedangkan pasar dalam negeri hanya mampu mengkonsumsi sebagian kecilnya. Sementara itu, kalangan pengamat menuturkan larangan ekspor CPO dan produk turunannya sudah pasti akan merugikan negara, dalam hal pendapatan. Hitung-hitungannya, pendapatan negara bisa turun hingga 3 miliar dolar AS atau setara Rp43 triliun (kurs Rp14.453 per dolar AS) dengan asumsi kebijakan diberlakukan selama sebulan penuh. Angka itu setara 12 persen total ekspor nonmigas. Selain itu, pengurangan pendapatan juga bisa mengganggu stabilitas rupiah karena devisanya berkurang.  Pandangan lain mengungkapkan larangan ekspor CPO terkesan tergesa-gesa. Padahal, tidak serta merta menguntungkan dan tidak langsung menurunkan harga minyak goreng di pasar. Lebih dari itu, potensi kerugian kalangan eksportir kian nyata karena tidak bisa mengirim ke luar negeri sehingga stok yang ada menjadi mubazir. Kebijakan pemerintah memang tidak sepenuhnya bisa menyenangkan banyak kalangan. Namun, patut diingat bahwa pelarangan ekspor minyak goreng bertujuan untuk kepentingan dalam negeri. Artinya, presiden menginginkan rakyat tidak lagi menderita akibat langkanya minyak goreng. Di samping itu, pemerintah juga ingin menunjukkan bahwa kasus ekspor minyak goreng yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung adalah biang keladi dari masalah minyak goreng selama ini. Paling tidak, dengan menyetop ekspor minyak goreng, kalangan pengusaha CPO dan minyak goreng menjadi tahu diri dan menyadari untuk memprioritaskan kepentingan dalam negeri. Selama ini kalangan pengusaha kelapa sawit seperti mendapatkan karpet merah. Ini terjadi karena memberikan pendapatan devisa cukup besar dan meningkatkan taraf hidup petani dan masyarakat di sekitar perkebunan. Akibat dari itu, kalangan pengusaha kelapa sawit menjadi seperti dibutuhkan dan mengabaikan kepentingan dalam negeri. Lebih dari itu, pelarangan ekspor minyak sawit mesti disikapi secara utuh. Memang ada yang dirugikan tapi untuk kepentingan rakyat. Paling tidak, kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng bisa menekan kepanikan masyarakat, meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati, dan menambah posisi tawar Indonesia sebagai produsen sawit.
http://dlvr.it/SPFl7z

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama