Agar Tak Terulang, Konsultan Ini Usul Perbanyak “Oil Refinery” di Daerah

Sariagri - Masih belum stabilnya harga minyak goreng di pasaran membuat pemerintah melakukan sejumlah cara, salah satunya melarang ekspor crude palm oil (CPO). Namun, kebijakan ini juga tak akan efektif jika pabrik minyak goreng atau oil refinery masih minim di daerah.  “Pembangunan oil refinery di sejumlah daerah penting karena dapat memotong rantai distribusi CPO serta meminimalisasi biaya investasi pembangunan pabrik,” kata Konsultan Bisnis Refinery Cooking Oil and Hydrothermal Treatment Zero Waste Energy, Suhaemi Fattah, kepada Sariagri.id, kemarin. Menurutnya, produk dari oil refinery dapat dipasarkan langsung ke tingkat pengecer, termasuk minimarket, koperasi, UKM, dan rumah tangga. Dia kemudian mengungkapkan pola distribusi komoditas minyak goreng di Indonesia saat ini diduga masih bermasalah. Dugaan itu didasarkan dari adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara harga di tingkat produsen, dengan harga di tingkat konsumen. Serta ketersediaan barang yang kurang mencukupi pada saat dibutuhkan, terutama di kota-kota besar. "Produksi minyak sawit sebagai bahan baku utama minyak goreng hanya terdapat di wilayah tertentu. Sedangkan pabrik minyak goreng tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Dengan kondisi tersebut, ada indikasi bahwa fluktuasi harga minyak goreng saat ini disebabkan karena perbedaan biaya distribusi," tambahnya. Ia melanjutkan, hampir semua provinsi atau kabupaten memperoleh pasokan komoditas minyak gorengnya dari luar daerahnya. Karena tidak adanya produsen minyak goreng di daerah tersebut, atau pasokan dari produsen di dalam daerahnya tidak mencukupi kebutuhan. "Pabrik minyak goreng dikuasai oleh grup perusahaan dengan kapasitas produksi yang besar," katanya. "Selain itu, pabrik minyak goreng masih terkonsentrasi di daerah tertentu. Sehingga distribusi ke daerah lainnya masih sering terkendala terutama kondisi infrastruktur," paparnya. Pabrik Kelapa Sawit Mini Pada kesempatan itu, Suhaemi mengusulkan salah satu teknologi terkini yang bisa diterapkan oleh petani kelapa sawit dengan membangun pabrik kelapa sawit (PKS) mini atau  mini refinery. Dan salah satu teknologi mini refinery adalah Mini Integrated Hydrothermal Zero Waste Treatment Technology Renewable Energy Modern yang ramah lingkungan.  Rencananya teknologi Industri Refinery Minyak Goreng Mini Hemat listrik  akan dibangun di Desa Emea Witaponda Morowali Sulawesi Tengah Indonesia dengan harga pabrik terjangkau. Pembangunan PKS mini persatuan kapasitas investasinya akan lebih tinggi dibanding investasi PKS dengan kapasitas besar, akan tetapi nominalnya memang menjadi lebih terjangkau. Hanya dengan memiliki lahan kebun sawit sekitar 1.500-3.000 ha sudah bisa membangun PKS mini berkapasitas 5-10 ton Tandan Buah Segar (TBS)/jam.  Korporasi dari kelompok petani serta dibarengi teknologi ini untuk masyarakat Petani di desa dapat dirasakan langsung hasil perkebunannya dengan harga yang terjangkau dan mudah didapatkan. “Elektrifikasi itu suatu keniscayaan tapi tergantung man behind the gun-nya (Pemerintah, produsen Pabrik Refinery Minyak Goreng Mini, lembaga keuangan, dan lain-lain yang mendukung terealisasinya Refinery Minyak Goreng hemat listrik),” papar Suhaimi.  Tenaga Ahli  akan evaluasi Perkembangan terus menerus (kehadiran Refinery Minyak Goreng Mini Hemat listrik) dan ini tidak akan berhenti pada sistem Terintegrasi Refinery-PKS-Hydrothermal (di tempatkan di Desa Desa), tapi juga akan ada konektivitas pengusaha besar, menengah, kecil yang terkoneksi dengan baik dan saling mendukung.  Dengan adanya PKS mini di remote area, para petani akan lebih mudah memasarkan TBS sawit dengan harga bersaing sehingga pendapatan petani meningkat secara otomatis kesejahteraan petani ikut terkerek. Selain itu ada tandan kosong sawit (TKS) sebagai limbah padat  yang bisa dimanfaatkan untuk bahan organik.
http://dlvr.it/SP9jsW

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama